Efek Rumah Kaca dan Meruwat Kehidupan



Efek Rumah Kaca dan Meruwat Kehidupan
Antonius Siwi DJ
Pengantar
Akhir-akhir ini, isu pemanasan global telah menjadi pembicaraan umum di seluruh dunia dan menimbulkan kerisauan dari berbagai kalangangan. Bahkan untuk membahas persoalan ini, sempat diadakan sebuah konferensi international di Denpasar, Bali, pada tanggal 3-14 Desember 2007.[1] Salah satu penyebab utama pemanasan global ialah efek rumah kaca (Green House Effect).  Dalam tulisan ini, akan dibahas 3 hal yakni definisi singkat dan dampak negatif efek rumah kaca, tindakan-tindakan destruktif yang menyebabkan efek rumah kaca dan meruwat kehidupan sebagai sebuah solusi penanganan efek rumah kaca.

Pengertian dan Dampak Negatif Efek Rumah Kaca
Secara sederhana gejala efek rumah kaca dapat dijelaskan sebagai meningkatnya suhu panas bumi karena panas yang dipantulkan terhalang oleh gas emisi CO2 yang menutupi atmosfer. Ibarat kita sedang menaiki bus kota tanpa AC. Suhu udara di dalam bus terasa sangat panas karena energi panas yang masuk terhalang oleh para penumpang yang memenuhi bus dan tidak bisa dipantulkan keluar. Anggaplah bumi seperti bagian dalam bus tersebut, kaca-kaca dan atap bus adalah atmosfer, dan para penumpang adalah gas-gas efek rumah kaca yang menghalangi pantulan energi panas. Apabila suhu di bumi semakin panas, maka es yang terdapat di kutub-kutub bumi akan mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut. Ketika hal itu terjadi, kita hanya akan bisa melihat pulau-pulau tenggelam dan lama-kelamaan, tidak akan ada lagi kehidupan di bumi ini.

Tindakan Destruktif
Adanya efek rumah kaca ini tidak terlepas dari ulah manusia sendiri yang tinggal di bumi. Sebagian besar manusia memiliki habitus yang kurang baik dalam hal menjaga kelangsungan lingkungan hidup. Hal yang lebih memprihatinkan ialah kurangnya kesadaran akan bahaya efek rumah kaca khususnya dalam diri generasi muda masa kini yang seharusnya justru berperan aktif dalam penanganan persoalan ini. Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup semacam itulah yang saat ini menjadi keprihatinan publik. 
Ada satu gejala yang sekarang ini marak terjadi di Indonesia. Masalah ini menyangkut kurangnya diskresi dalam hal pengunaan bahan bakar. Dewasa ini, jumlah kendaraan pribadi seperti sepeda motor atau mobil meningkat drastis. Sementara itu, fasilitas kendaraan umum mulai ditinggalkan. Contoh sederhananya terjadi di sekitar kita. Bayangkan saja apabila 1 orang menggunakan 1 buah sepeda motor dan jumlah penduduk Negara kita mencapai jutaan. Sementara sebuah kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar, berapa besar, gas emisi CO2 yang dihasilkan setiap hari. Ini patut kita sadari, betapa kita masih kurang peka terhadap lingkungan hidup terutama dalam hal penggunaan bahan bakar.
Keberadaan mini market yang semakin banyak hingga menjangkau daerah pedesaan juga turut mempengaruhi kerusakan lingkungan. Semakin banyak orang yang lebih memilih pergi ke mini market daripada ke pasar tradisional atau pedagang kecil. Keprihatinan utama keberadaan mini market ini berpengaruh pada meningkatnya jumlah penggunaan bahan-bahan plastik. Setiap kali belanja, kasir sebuah mini market selalu memberikan plastik untuk membawa barang belanjaan. Jika jumlah mini market di Indonesia mencapai ribuan, dapatkah dibayangkan berapa banyak plastik yang dikeluarkan dalam 1 hari. Plastik merupakan sebuah material yang membutuhkan waktu berjuta-juta tahun untuk mengurainya. Dampak langsungnya ialah polusi terhadap kesuburan tanah.
Begitu pula dalam penggunaan kertas. Kertas dihasilkan oleh pengolahan kayu-kayu yang terdapat di muka bumi ini. Semakin banyak menggunakan kertas, itu berarti, semakin banyak pula kita menebang pohon yang sebenarnya berfungsi untuk menyerap gas emisi CO2 dalam proses fotosintesis.
Generasi muda dewasa ini dapat dikatakan sebagai generasi metroseksual. Penampilan fisik jadi perhatian utama mereka. Penggunaan kosmetik semacam parfum tidak pernah seringkali menjadi hal yang tidak pernah terlewatkan. Sementara itu, kesadaran akan bahaya penggunaan barang-barang kosmetik terutama dalam bentuk sprayer masih kurang. Semua kosmetik terutama sprayer menggunakan bahan dasar CFC (Cloro Floro Carbon) yang dapat merusak ozon. Padahal ozon itulah senyawa yang menjadi protector bumi dari sengatan sinar matahari secara langsung. Beberapa sisi lapisan ozon saat ini dalam keadaan berlubang. Secara tidak langsung, penggunaan kosmetik ini sama halnya dengan melubangi ozon sedikit demi sedikit.

Meruwat Kehidupan
                       Dari beberapa keprihatinan tersebut, sudah selayaknya kita sadar akan pentingnya membangun habitus meruwat kehidupan. Dalam budaya Jawa, ada yang namanya upacara ruwatan yakni upacara untuk membebaskan orang (biasanya anak tunggal) dari nasib buruk yang akan menimpa.[2] Kata “meruwat” merupakan sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang kurang lebih berarti  memulihkan kembali seperti keadaan semula. kata meruwat ini terasa jauh lebih dalam daripada sekadar merawat. Meruwat kehidupan berarti memulihkan kehidupan alam seperti semula dunia diciptakan yakni seimbang dan indah. Harapan paling besar dalam misi meruwat kehidupan ini ada dalam diri generasi muda sekarang yang masih memiliki waktu yang lebih panjang dan memiliki energi yang besar untuk melakukan suatu gerakan perubahan. Generasi muda juga merupakan generasi penentu kelangsungan hidup manusia di bumi ini. Oleh sebab itu, cara paling efektif untuk menjaga lingkungan hidup ialah dengan menanamkan habitus “meruwat kehidupan” dalam diri generasi muda sekarang ini.  Mereka masih memiliki energi yang besar untuk melakukan suatu gerakan save the earth. Ada beberapa cara sederhana yang sangat mungkin untuk dilakukan dalam misi menyelamatkan bumi, antara lain:
                Saya menawarkan sebuah gerakan bike to the earth . Gerakan ini tidak harus dimaknai sebagai gerakan mengganti penggunaan kendaraan bermotor dengan sepeda. Ini merupakan sebuah himbauan untuk membatasi penggunaan kendaraan bermotor. Kita semestinya lebih diskretif dalam penggunaan kendaraan bermotor. Pertimbangkan jarak tempuh yang akan dicapai! Apakah memungkinkan jika cukup ditempuh dengan sepeda atau berjalan kaki? Jika ya, kenapa tidak? Saat ini gerakan bike to the earth ini diterapkan di beberapa kota besar di Indonesia. Di Semarang, ada program car free day setiap hari Minggu di Simpang Lima. Semua kendaraan bermotor dilarang melintas selama setengah hari. Sementara itu, jalanan hanya khusus digunakan secara khusus untuk pengendara sepeda,  pemakai sepatu roda dan pecinta skate board yang tidak menggunakan bahan bakar. Di Jakarta juga diterapkan sistem 3 in 1, artinya dalam satu mobil diharuskan minimal ada 3 orang. Hal ini sangat membantu pengurangan gas emisi CO2 dari pembakaran kendaraan bermotor.
                Bagaimana caranya mengurangi penggunaan plastik dan kertas? Saya kira, sangat memungkinkan apabila kita tidak perlu meminta plastik saat belanja di mana pun, terutama mini market yang selalu memberikan plastik. Kita bisa membawa sebuah tas dan menaruh barang belanjaan dengan tas itu. Di Singapore, kesadaran masyarakat untuk membatasi penggunaan kertas ini sangat tinggi. Mereka tidak akan menge-print sebuah tulisan dalam kertas jika tidak mendesak. Selain itu, mereka selalu menggunakan kertas secara back to back. Artinya mereka sangat memperhitungkan nilai sebuah lembar yang kosong. Bagaiman dengan penggunaan kertas di Indonesia? Tentu kita semua mengetahui, berapa banyak kertas yang kita buang sia-sia. Saya rasa, contoh kesadaran masyarakat Singapore dalam hal penggunaan kertas patut kita contoh. Mintalah pada tukang foto copy untuk meng-copy secara back to back. Jika kita hendak menuliskan draft, pakailah kertas bekas yang sudah terpakai satu sisi. Sisi sebaliknya masih kita bisa untuk kita manfaatkan.
                Dalam hal penggunaan kosmetik, ini menyangkut budaya dan cara pandang. Beberapa genarasi muda tidak PD jika tanpa menyemprotkan CFC ke badan sebelum beraktivitas. Secara fungsional, penggunaan kosmetik tidak terlalu penting. Apakah kecintaan kita pada tubuh yang hanya temporal harus mengalahkan cinta pada dunia yang menyangkut kepentingan orang banyak dan dalam jangka waktu yang panjang? Saatnya kita berpikir jernih, hilangkan egoisme dan pikirkan untuk generasi keturunan kita. Dalam kehidupan sosial, semestinya sesuatu yang kita berikan kepada sesama adalah sesuatu yang baik. Tentu saja, sangat memalukan kalau kita mewariskan keadaan dunia yang rusak pada penghuni bumi  yakni keturunan kita beratus-ratus tahun kemudian.
                Apa yang terbersit dalam pikiran kita, jika kita mendengar kata sampah. Sampah sering kita asosiasikan sebagai hal yang kotor, tidak berguna dan layak dibuang. Jangan mudah berpikir praktis untuk membuang sesuatu yang sebenarnya masih punya nilai. Sampah-sampah kertas masih bisa kita kumpulkan, leburkan dan di daur ulang menjadi sebuah kertas baru. Begitu juga dengan sampah plastik. Sebuah kesulitan dan pertanyaan yang sering menjadi kesulitan kita ialah ketidak tahuan kita untuk mengolah  dan mendaur ulang sampah-sampah itu. Saya menawarkan sebuah cara sederhana, yakni dengan mengumpulkan sampah-sampah tersebut, lalu berikan pada tukang loak atau pemulung. Merekalah yang kemudian memanfaatkan itu untuk mendaur ulang.

Kesimpulan
“Mengajar anak-anak tentang dunia alam harus diperlakukan sebagai salah satu peristiwa paling penting dalam hidup mereka.” (Thomas Berry). Isu global yang menjadi keresahan publik saat ini tidak lain karena ulah manusia sendiri yang melakukan tindakan-tindakan destruktif. Belum terlambat untuk melakukan suatu perubahan. Habitus meruwat kehidupan perlu ditanamkan dalam diri generasi muda untuk melakukan tindakan perubahan mulai dari hal-hal sederhana. Harapannya, generasi muda dapat menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan hidup untuk memperpanjang kehidupan manusia di bumi ini.



[1] http://sahatsimarmata.blogspot.com/2008/01/global-warning-of-global-warming-from.html
[2] http://www.artikata.com/arti-376154-meruwat.html

Commentaires

Articles les plus consultés