Roh Jahat yang Menyamar

Roh Jahat yang Menyamar

Pengantar
Dalam Pedoman Pembedaan Roh II (4), Ignatius menjelaskan sarana-sarana bagi orang untuk berdiskresi dengan mantap roh mana yang sedang bekerja dalam pengalaman hiburan rohani dengan sebab. Selain itu, Ignatius juga menjelaskan taktik yang digunakan roh jahat untuk menggoda orang yang sudah maju (dalam Minggu Kedua).
Dalam Pedoman Pembedaan Roh II (4), Ignatius mengatakan demikian:
Ciri khas malaikat jahat yang berganti rupa menjadi malaikat terang, ialah memulai dengan mengikuti suasana jiwa yang saleh, akhirnya menggiring ke arah maksud sendiri. Artinya, ia menyodorkan pikiran-pikiran baik-baik dan suci-suci, menyesuaikan diri dengan jiwa yang saleh tadi, lalu sedikit demi sedikit berusaha menuju maksudnya, menyeret jiwa itu ke arah tipu tersembunyi dan maksud-maksud durhaka.[1]

Pedoman tersebut menegaskan bahwa roh jahat dapat juga menyamar dalam wujud roh baik sebagai taktik untuk menggoda. Taktik yang digunakan roh jahat semacam ini terbukti sangat efektif untuk menjauhkan orang dari iman, harapan dan kasih Allah. Bagi orang dalam Minggu Kedua, peran roh jahat yang secara terbuka menyatakan bentuk godaannya, dengan mudah dapat dikenali. Dengan kata lain, orang yang sudah mengalami illuminativa[2], dengan tegas dapat mengenali peran dan gerak-gerik roh baik dan roh jahat. Akan tetapi, roh jahat akan sulit dikenali ketika tampil dalam bentuk roh baik.[3] 
Tulisan ini akan membahas taktik yang digunakan roh jahat dalam menyeret jiwa ke arah tipu tersembunyi dan maksud-maksud durhaka dengan memberikan hiburan rohani. Roh jahat yang menyamar dalam rupa roh baik masuk dengan menyodorkan pikiran-pikiran baik dan suci, tetapi untuk selanjutnya menggiring ke arah tujuannya. Oleh sebab itu, dalam hiburan rohani dengan sebab diperlukan discernment untuk mengenali taktik roh jahat sehingga orang akan lebih siap untuk selanjutnya mengenali dan menolaknya. Dalam proses discernment, bimbingan rohani sangat diperlukan untuk mengobyektivasi pengalaman.   

Tawaran Pikiran-Pikiran Baik dan Suci dari Roh Jahat
Biasanya ketika muncul pikiran-pikiran baik dan suci, kita secara spontan mengartikan bahwa semua itu berasal dari roh baik. Oleh sebab itu, kita dengan mudah mengikutinya karena yakin bahwa Allah sendiri yang menuntun dan menggerakkan. Melalui Pedoman Pembedaan Roh II (4), Ignatius mengajak kita untuk selalu waspada terhadap pikiran-pikiran baik dan suci, karena dapat berasal dari roh jahat. Sebuah contoh kasus berikut kiranya dapat mengilustrasikan roh jahat yang berkedok roh baik dengan menawarkan pikiran-pikiran baik dan suci.[4]
David, 45 tahun, adalah seorang imam yang setia dan saleh. Dua tahun yang lalu, Superior mengutusnya untuk berkarya di sebuah paroki yang memiliki SD. Paroki dan SD itu sedang berada dalam situasi sulit karena buruknya kepemimpinan imam yang bertugas sebelumnya. Karena ia adalah orang yang baik dan peka, ia berusaha membenahi situasi di Paroki dan SD tempat ia berkarya tersebut. Tentu saja dalam proses pembenahan itu, kadang terasa menyakitkan dan ia seringkali menjadi korban kemarahan dan salah paham dari umat.

Ketika menghadapi situasi yang berat ini, tiba-tiba ibu David sakit parah dan enam bulan kemudian meninggal dunia. Tekanan ini membuat hidup rohaninya berkembang. Pertumbuhan hidup rohaninya ini dirasakan oleh umatnya. Ia juga punya bakat berkhotbah dan ditambah pertumbuhan rohaninya, khotbah-khotbahnya menyentuh banyak orang dan menumbuhkan umat di parokinya. Doa-doa harian dan khotbah-khotbahnya ini juga menyegarkan dan menguatkan panggilan imamatnya. Walaupun beberapa tahun awal dirasa begitu berat, ia bersyukur kepada Allah atas anugerah pertumbuhan rohaninya.

Pada suatu hari, beberapa umat memintanya untuk memberi retret akhir pekan. Buah retret ini meyakinkannya akan peran Sabda untuk mengembangkan iman umat. Ia menyadari dan mencintai peran kenabian imamatnya. Umat lain juga meminta retret dan akhirnya ia memberi retret setiap 3 bulan. Karyanya menjadi berkat bagi umatnya. Oleh sebab itu, Rektor Seminari juga memintanya untuk mengajar homiletika bagi para seminaris. Ia menyetujui dan semakin yakin akan kebenaran gagasannya bahwa tugas utama seorang imam adalah mewartakan Injil. Ia tidak pernah sebahagia saat itu dalam imamatnya. Ketenaran David dalam berkhotbah membuat Romo Paroki sebelah juga memintanya memberi retret bagi umat di paroki sebelah tersebut. Ia setuju dan retret ini juga menjadi berkat bagi umat.

Dengan meluasnya karyanya, ia mulai kesulitan menjalankan doa hariannya. Ia juga makin kurang terlibat dengan paroki dan SD-nya. Interaksi dengan anggota komunitas juga berkurang. Ia sadar tidak dapat melakukan tugas-tugas itu, tetapi ia tetap yakin bahwa tugas utama seorang imam adalah mewartakan Sabda.

Suatu kali ada konflik besar di SD, yakni orang tua murid terpecah dan suasana sekolah tegang. Dengan kesibukannya, David baru mengetahui konflik itu kemudian. Seorang teman komunitas berbicara secara pribadi dengan David bahwa ia terlalu sibuk sehingga hal-hal penting di paroki dan SD tidak tertangani dan ini berbahaya. Selain itu, karena terlalu banyak pergi, suasana hidup di komunitas juga menjadi kurang baik. Teman komunitas itu meminta supaya ia menangani hal ini. Akan tetapi, ia justru marah dan berkeyakinan bahwa tugas utamanya sebagai imam adalah mewartakan Sabda dan buahnya kini tampak melimpah.

Setelah pembicaraan itu, ia semakin tidak krasan tinggal di komunitas dan doa hariannya pun semakin kering. Allah tampak begitu jauh dan sukacita rohani hilang. Ia mulai berpikir untuk meminta pindah tugas. Kemudian ia berbicara kepada pembimbing rohaninya. Pembimbing rohaninya meminta supaya ia menyepi dan merefleksikan pengalamannya selama sehari. Ketika mengambil waktu untuk menyepi, ia mulai sadar akan adanya ketidakseimbangan dalam hidupnya. Ia sadar karena mengejar satu hal penting (mewartakan Sabda), hal-hal penting lainnya terbengkalai. Selain itu, ia juga menemukan bahwa rasa damai, sukacita yang dulu ada sekarang menghilang. Ia melihat bahwa keinginan pindah karya muncul karena beban batinnya.

Dengan kesadaran itu, ia berniat untuk menyeimbangkan hidupnya lagi dan niat itu diteguhkan oleh pembimbingnya. Selama bimbingan, mereka akhirnya membahas apa yang perlu dibuat David untuk mengatasi masalahnya. Setelah itu, ia kembali ke paroki dan mulai menangani aneka masalah di paroki. Perlahan-lahan, persoalan yang dihadapinya terselesaikan.[5]
           
Menyingkap Taktik Penipuan Roh Jahat[6]
Dari contoh kasus David tersebut, apa yang dapat kita pelajari? Dalam Minggu Kedua, ketika orang sedang dalam situasi illuminativa, Ignatius menjelaskan bahwa pada umumnya roh jahat (musuh kodrat manusia) lebih berkedok baik dalam godaan-godaannya.[7] Roh jahat mengambil penampilan taktik roh baik dengan masuk mengikuti suasana jiwa yang saleh dan kemudian berakhir dengan tujuan maksud jahatnya. Dengan kata lain, roh jahat memiliki prinsip yang biasanya dipakai oleh para religius dalam menjalankan perutusan di dunia, yakni “masuk melalui pintu mereka dan keluar melalui pintu kita.”
Cara roh jahat menggoda adalah dengan menyodorkan pikiran-pikiran baik dan suci pada awalnya ketika mereka ingin masuk ke suasana jiwa manusia yang saleh. Dalam kasus David, roh jahat menunjukkan sebuah pikiran baik dan suci bahwa khotbah (mewartakan Sabda) adalah tugas utama seorang imam. Memang benar bahwa seorang imam bertugas mewartakan Sabda, tetapi dalam situasi konkret ini, ada unsur alasan-alasan semu, pandangan-pandangan sesat dan tipuan licik.[8] Memang khotbah adalah peran dan tanggung jawab utama seorang imam, tetapi dalam konteks situasi yang dialami David, ada peran kunci lain, yakni sebagai gembala.
Setelah berhasil masuk, roh jahat sedikit demi sedikit dan tanpa disadari telah merusak melalui hal-hal yang tampaknya baik. Dalam kasus David, hal-hal yang tampaknya baik ini muncul dalam bentuk memberi retret, mengajar di Seminari yang membuat rasa damai sukacita hilang dan menjadi sulit berdoa.
Pada akhirnya, roh jahat menyeret jiwa ke arah tipu tersembunyi dan maksud durhaka. Dikatakan sebagai tipu tersembunyi karena muncul dari pikiran suci dan baik yang sesuai dengan situasi jiwa David. Selanjutnya, dikatakan menuju maksud durhaka karena perlahan-lahan roh jahat menunjukkan tujuannya. Dalam kasus David, pada akhirnya tampak jelas suasana paroki yang semakin kacau dan komunitas yang tidak nyaman.

Awal, Tengah dan Akhir[9]
Kita dapat mengidentifikasi godaan roh jahat yang menyamar dalam tiga kategori waktu penting, yakni tahap awal, tengah dan akhir. Pada tahap awal, roh jahat mulai masuk melalui taktik tipuannya dengan menyodorkan pikiran-pikiran baik dan suci, misalnya menegaskan tugas utama seorang imam sebagai pewarta Sabda. Pada tahap tengah, setelah berhasil masuk, roh jahat untuk membawa orang untuk sedikit demi sedikit berjalan ke arah menjauh dari Allah tanpa orang itu menyadari apa yang terjadi. Tahap akhir terjadi ketika roh jahat keluar, setelah niatnya untuk menyesatkan telah tercapai.  Dalam kasus David, roh jahat tidak mencobai secara jelas dan terbuka.

Pentingnya Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani membantu kita dalam menjaga pertumbuhan relasi kita dengan Allah. Selain itu, bimbingan rohani juga membantu kita menanggapi kehendak Allah dari pengalaman-pengalaman kita.[10] Oleh sebab itu, Ignatius selalu menekankan pentingnya bimbingan rohani. Dalam Latihan Rohani, pentingnya bimbingan rohani ini ditegaskan dengan adanya catatan pendahuluan (annotation).[11] Dalam kasus David, ia akan semakin terjerumus dalam godaan roh jahat jika tidak datang kepada seorang pembimbing rohani untuk membantu proses discernment-nya. Kesadaran bahwa ia telah keliru dalam bertindak baru muncul ketika ia bertemu pembimbing rohani, lalu akhirnya menyepi dan merefleksikan pengalamannya. Dalam hal ini, pembimbing rohani berperan besar dalam mengobyektivasi pengalaman (hiburan rohani) dan membantu David menemukan sendiri asal-usul dari gerak batin yang dialaminya.

Penutup
            Dalam situasi Minggu Kedua, Ignatius menegaskan bahwa sebuah pengalaman hiburan rohani dengan sebab dapat berasal dari roh baik ataupun roh jahat. Ambiguitas ini muncul karena roh jahat dapat menyamar dalam wujud roh baik. Roh jahat mencoba menggunakan taktik ini untuk menjauhkan orang dari Allah. Cara roh jahat bekerja dapat dijelaskan dengan tiga kategori waktu, yakni tahap awal, tengah dan akhir. Ignatius mengajak untuk lebih waspada terhadap gerak jiwa yang pada awalnya mengarah ke kemajuan rohani. Oleh sebab itu, proses discernment sangat diperlukan dan bimbingan rohani menjadi penting dalam proses discernment ini. Dengan mampu mengenali peran roh jahat dalam wujud roh baik, kita diharapkan mampu menolaknya.




Daftar Pustaka

Conroy, Maureen. The Discerning Heart Discovering a Personal God. Chicago: Loyola Press. 1993.

Gallagher, Timothy M. Spiritual Consolation: An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits. New York: The Crossroad Publishing Company. 2005.

Ignatius Loyola. Latihan Rohani. Terjemahan oleh J. Darminta, SJ. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
           



[1] LR 332
[2] Maureen Conroy, The Discerning Heart Discovering a Personal God, Chicago: Loyola Press, 1993, hlm. 43.
[3] Timothy M. Gallagher, Spiritual Consolation: An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits, hlm. 65-66.
[4] Timothy M. Gallagher, Spiritual Consolation: An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits, hlm. 66.
[5] Timothy M. Gallagher, Spiritual Consolation: An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits, hlm. 66-69.
[6] Timothy M. Gallagher, Spiritual Consolation: An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits, hlm. 70-72.
[7] LR 10
[8] LR 329
[9] Timothy M. Gallagher, Spiritual Consolation: An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits, hlm. 72-74.
[10] Maureen Conroy, The Discerning Heart Discovering a Personal God, Chicago: Loyola Press, 1993, hlm. 75.
[11] LR 1-20

Commentaires

Articles les plus consultés